RSS Feed

Kata Pribumi

Posted by Maliq Abd



Berawal dari tulisan salah seorang jurnalis yang mengambil "angle" atau sudut pandang Pribumi usai pidato pelantikan kepala daerah utk menjadikan pokok beritnya. Istilah Pribumi akhirnya "naik daun" dan menjadi viral serta trending topic di medsos.

Entah si jurnalis paham atau tidak dengan istilah Pribumi, yang penting pokok bahan berita dari pidato kepala daerah tsb sudah ketemu (kata jurnalis tsb), sehingga hanya tinggal meneruskan menjadi kontruksi berita utuh.

Ditarik dari sejarah, redaksional Pribumi muncul ketika para kolonial atau penjajah datang. Sehingga mereka menyebut warga asli (lahir dan menetap lama) sebagai pribumi. Di Malaysia, biasa disebut dengan Bumiputera.

Namun dalam pekembangannya, kata Pribumi menjadi kata politis ketika ada gerakan kemerdekaan di Nusantara sekitar tahun 1940'an, sehingga Pribumi yang awalnya hanya kata biasa menjadi luar biasa, dan senjata ampuh melawan kolonial yang dipandang sebagai penjajah.

Rohingya, Kekerasan dan Kitab Daring

Posted by Maliq Abd

Apa pun jenis dan alasannya, kekerasan di atas bumi tidaklah dibenarkan, baik atas nama agama, suku, ras atau pun politik. Secara nurani, setiap individu juga pasti menolak dengan kata kekerasan.

Demikian pula yang terjadi di Rohingya, kita semua sepakat dan menolak adanya kekerasan di tempat tersebut. Sebelumnya juga terjadi di belahan bumi lain seperti Yaman, serta pernah terjadi di Tanah Air seperti peristiwa Ambon, dan peristiwa lain yang masuk dalam catatan kelam sejarah.

Setiap tragedi kekerasan, dipastikan terjadi karena dua hal yakni orang atau subjek yang melukai dan objek yang dilukai.

Di tengah dua hal itu ada yang namanya penyebab atau permasalahan mendasar yang mengakibatkan salah satu individu atau golongan merasa dirugikan, sehingga menimbulkan gesekan di antara keduanya, dan munculah kata kekerasan.

Pihak eksternal di antara kedua hal sering kali kurang memahami permasalahan dan langsung menjustifikasi atau menuduh salah satunya telah melanggar karena berbuat kekerasan.

Itulah yang terjadi di negeri ini, kebanyakan menggunakan dasar atau kitab media dalam jaringan (daring/online) serta riset melalui mesin pencari google,  langsung meng-"copy paste link"/jejaringan, dan menyebarkannya.

Ancaman Serius Ketahanan Pangan Nasional

Posted by Maliq Abd

Indonesia kehilangan antara lima ratus hingga satu juta petani setiap tahunnya, akibat tidak menariknya sektor tersebut, kata Pemerhati Bidang Pertanian Helianti Hilman, saat berada di Kabupaten Gresik, beberapa waktu lalu.

Secara fakta, kita mengakui ungkapan tersebut benar adanya, sebab pembangunan perumahan yang menggunakan lahan subur banyak bermunculan di pelbagai daerah.

Ditambah kecenderungan pemuda saat ini yang lebih memilih bekerja ke kota daripada bertani dan kembali ke desa.

Sensus Pertanian 2013 juga menyebutkan, jumlah rumah tangga petani turun 20 persen dari 79,5 juta (sensus 2003) menjadi 63.6 juta (turun 15.6 juta rumah tangga), hal itu diperparah lagi dengan kondisi bahwa 61 persen petani lndonesia berusia lebih dari 45 tahun.

Lantas apa penyebab pemuda saat ini tidak berminat menjadi petani, dan mengapa kecenderungan pemuda saat ini lebih suka mencari pekerjaan ke kota.

Sunnatullah

Posted by Maliq Abd

Ketika dirimu mengurangi jatah atau menyakiti secara sistem seseorang, baik dalam bentuk materi, aturan atau suatu kesempatan, kemudian orang tsb tidak mengetahuinya, maka dia (orang tsb) otomatis secara hukum alam akan menyesuaikan kekurangannya untuk tetap bisa berproses menjalani waktu.

Namun ketahuilah, berjalannya orang tsb akan memperkuat dirinya dan menambah daya tahannya dalam menjalani waktu, dan kekurangan yang ada pada orang tsb akibat ulahmu akan menjadi terbiasa.

Tak Kenal Media Sosial

Posted by Maliq Abd

Kyai Sudrun tak mengenal You Tube, yang dia kenal hanyalah Yu Nem, tetangga sebelah penjual krupuk garing.

Begitu pula Karno yang tak mengenal Facebook, hanya motor Vespanya yang dia rawat secara istiqomah setiap hari, hingga menjadi transportasi utama untuk berangkat mengajar ngaji di kampung sebelah.

Mereka berdua tak perlu media sosial untuk mengangkat derajat kualitas keilmuannya sebagai manusia..

Mereka juga tak perlu berusaha populer melalui "foto profile" untuk memaksakan penampilan derajat keilmuannya.

Bahkan, mereka tak mengenal istilah "pencitraan" melalui tampilan ganteng, sedih, humanis dalam media-media daring.

Jakarta Bukan Milik Kami

Posted by Maliq Abd

Jika Jakarta kini merupakan ibu kota Indonesia saya setuju, dan jika mereka menyebut sebagai pusat ekonomi atau barometer politik nasional, saya pun setuju, meski masih sempat bertanya-tanya dalam hati, apa bener dan apa iya?.

Namun jika kamu memaksa kami untuk memelototi gerak-gerik warga Jakarta, politik di sana, atau memaksa memantau kemajuan kota dengan sebutan Betawi itu kepada kami, lantas siapa dirimu, apa hakmu terhadap kami warga di daerah.

Kamu telah memaksa kami dengan tontonan sia-sia, dan dari dulu kamu tidak sadar akan kesia-siaan itu. Sehingga, lantas kami harus mengambil tindakan terkecil mematikan TV, yang saya beli dengan uang dan jerih payah sendiri. Sebab mengganti chanel saja tidak cukup, karena kamu mempunyai kesepakatan untuk mencekoki kami.

Manusia dan Angka-angka

Posted by Maliq Abd

Hidup semakin canggih, modernisasi memotong semua sekat yang ada, bahkan nilai-nilai yang selama ini menjadi ukuran sudah mulai pudar. 

Materi pun demikian, bisa dibeli hanya dengan angka-angka, termasuk kinerja manusia, kualitas, kuantitas dan opini serta kejahatan yang terjadi. 

Angka-angka itu pun memangsa semua seluruh sendi kehidupan bermasyarakat. Bahkan, moral pun kini bisa dibeli dan diganti dengan angka-angka.

Angka-angka itu kini terus disosialisasikan, diformalkan, bahkan menjadi aturan yang wajib diikuti setiap manusia, sehingga moral dan kualitas serta jerih payah itu harus tertunduk dan bersujud pada angka-angka.

Angka-angka dalam rekening, begitu mudah berpindah dengan mediasi teknologi, kemudian fasilitas bisa didapat hanya dengan menunjukkan atau mentransfer angka-angka itu. 

Kesenangan bisa didapat, bahkan moral terbeli hanya dengan menunjukkan angka-angka.

Angka itu kini derajatnya di atas manusia, padahal secara tidak sadar angka itu seharusnya mudah dituliskan oleh manusia sendiri, namun mengapa angka itu menjadi ukuran dalam hidup manusia.