RSS Feed

Pengisian Bahan Bakar Mobil Ini ke Swalayan

Posted by Maliq Abd

Rudi Bersama Mobil Gasnya. Foto : Maliq Abd
Tidak semua orang merasa pusing dengan rencana penaikan bahan bakar minyak (BBM), meski akhirnya ditunda melalui  keputusan Sidang Paripurna DPR, Sabtu (31/3) dini hari, karena masih banyak energi alternatif bisa digunakan mengganti fungsi BBM, salah satunya adalah gas.

Salah seorang yang telah memanfaatkan energi alternatif itu adalah Rudi Santoso (43), kader lingkungan yang sehari-hari menggunakan gas hasil dari pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pria kelahiran tahun 1969 itu mengaku, alat transportasinya berupa motor dan mobil bisa dikatakan sebagai kendaraan yang antiterhadap BBM, sebab tidak sepenuhnya menggunakan BBM jenis premium atau solar, melainkan menggunakan bahan bakar gas hasil dari pengelolaan sampah di TPA.



Diakuinya, dengan menggunakan bahan bakar gas, ia bersama delapan rekannya yang bekerja di TPA tidak pernah khawatir bila ada kenaikan harga BBM dan melihat antrean kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).


Sebab, untuk mobilnya jenis Sedan Mercy keluaran tahun 1979 yang dimiliki TPA Talanggagung sudah dimodifikasi dan diubah agar bisa berjalan dengan menggunakan bahan bakar gas.
      
"Jadi kalau bahan bakar mobil habis, kita tinggal pilih, mau datang ke SPBU atau swalayan seperti Indomart dan Alfamart, sebab saya sudah modifikasi mobil agar bisa menerima bahan bakar gas," kata Rudi ketika ditemui di lokasi TPA, Jumat (30/3)


Rudi mengaku, mobil yang sudah enam bulan dimodifikasi menggunakan bahan bakar gas itu belum pernah mengalami kendala dalam perjalanan, bahkan dirinya mengaku malah sering mengisi bahan bakar di swalayan seperti Alfamart dan Indomart daripada ke SPBU.


"Saya tinggal datang ke Alfamart atau Indomart, kemudian menukar gas elpiji ukuran 3 kilogram yang sudah didesain menjadi bahan bakar utama di dalam mesin mobil," tuturnya.


"Jadi kita tinggal pilih saja, menggunakan gas atau premium, sebab mobil sudah saya modifikasi sedemikian rupa agar bisa menggunakan dua bahan bakar, sehingga tinggal menekan tombol ingin premium atau gas," ujar Pria yang mengaku lama menekuni pengelolaan sampah menjadi bio gas di TPA Talangaung itu.
     
Sementara, ide menggunakan bahan bakar gas untuk kendaraan berawal dari inspirasi pemanfaatan potensi bio gas hasil dari pengelolaan sampah di TPA Talangagung.  


Sebab TPA Talangagung selama ini dikenal sebagai salah satu percontohan pengelolaan sampah di Kabupaten Malang yang selalu menghasilkan gas secara lebih, hingga masyarakat di wilayah setempat selalu mendapatkan bio gas secara cuma-cuma dalam memasak.
     
Dari ide itu, kemudian TPA Talangagung sejak Januari 2012 menerima hibah berupa mobil Sedan Mercy keluaran tahun 1979 sebagai bahan uji coba untuk dimodifikasi menggunakan bahan bakar gas.


"Awalnya memang kami memikirkan bagaimana memanfaatkan gas menjadi bahan bakar kendaraan, sebab selama ini kita sudah memanfaatkan sebagai bahan bakar untuk listrik dan memasak," katanya.
     
Rudi mengaku, saat kali pertama melakukan uji coba memang banyak kendala, karena mobil hasil hibah itu awal desainya menggunakan bahan bakar premium.
     
Namun, setelah melakukan berulang kali uji coba dengan mendesain ulang pola penerimaan bahan bakar dalam mobil, akhirnya Rudi bersama rekannya di TPA Talangagung berhasil menggubah dari menerima premium, kini mampu menerima bahan bakar gas pula.  
    
"Pernah mobil itu saya gunakan pergi jauh dari Malang ke Surabaya bolak-balik, termasuk adaptasi dengan lingkungan saat hujan, Dan hasilnya tidak masalah serta bisa saya katakan 99 persen berhasil," tuturnya dengan bangga.
      
Sedangkan untuk motor yang menggunakan bahan bagar gas, dia mengaku belum bisa mempublikasinya ke media, karena masih dalam proses pengajuan jenis tabung gas yang sesuai dengan motor itu.
     
"Soal tabung gas memang harus ada legalitas resmi dari pemerintah, jadi kita tidak mungkin memakai tabung gas ukuran 3 kilogram di atas motor. Namun untuk mobil masih bisa, sebab bisa diletakan di lokasi mesin mobil," katanya.
    
Ia mengaku, menggunakan bahan bakar gas dalam mobilnya memiliki nilai ekonomis lebih dibanding dengan BBM jenis premium atau solar.
     
Hal ini setelah melihat hasil uji coba yang dilakukannya selama ini, dan perbandingan kedua bahan bakar itu sangat mencolok.
    
Rudi mencontohkan penggunaan gas sebesar 12 kilogram pada mobilnya yang mampu menempuh jarak sejauh 120 km, atau setara dengan penggunaan 60 liter BBM jenis premium dengan kecepatan hingga 110 km/jam.
      
Contoh lain, adalah untuk tabung gas ukuran 3 kilogram yang bisa digunakan bolak-balik Malang-Surabaya, sedangkan menggunakan premium 3 liter hanya mampu menempuh Malang-Surabaya sekali saja dengan kecepatan 110 km/jam.
     
Namun, Rudi tidak menekankan pada besaran gas atau premium yang digunakan dalam menempuh jauh dekatnya sebuah jarak, melainkan pada pola terbatasnya keberadaan sumber daya alam (SDA) kedua jenis bahan bakar itu.
     
"Jika kita menggunakan gas, maka tinggal mengambil gratis di TPA Talangagung hasil dari pengelolaan sampah masyarakat, namun untuk premiun atau solar kita harus mencari dulu keberadaan tambang minyak," ucapnya.

Untuk itu, Rudi meminta, perlu diberdayakan pola pemanfaatan SDA yang murah serta mudah didapat, sehingga apabila ada kebijakan kenaikan BBM seperti saat ini, masyarakat tidak perlu bingung.

Kendala

Foto : Maliq Abd
Sementara, Pengamat Teknologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang, Dr Muhammad Nurhuda menilai, temuan Rudi sangat bagus, namun apabila dibuat dalam skala massal akan menemui banyak kendala.
    
Alasannya, Indonesia sebagai negara tropis sangat terbatas memiliki cadangan gas, dan sebagian besar gas di Indonesia diekspor ke mancanegara.

Oleh karena itu, apabila temuan itu dibuat dalam skala massal, sama halnya mengalihkan suatu masalah menuju masalah lain yang hampir sama, sehingga ke depan Indonesia akan kembali kesulitan memenuhi gas dalam negeri.

"Kalau dibuat secara pribadi tidak masalah, namun apabila dibuat dalam skala besar, cadangan gas kita juga sedikit, dan Indonesia masih impor gas," kata Huda yang pernah menciptakan kompor biomass ramah lingkungan dengan energi terbarukan ini.

Terkait penggunaan gas metan dari hasil pengelolaan sampah yang ada di wilayah Kabupaten Malang, Huda mengaku, memerlukan biaya cukup besar untuk tenaga mengkompres dari gas metan menjadi BBM.

"Teknologi untuk mengkompres gas metan menjadi bahan bakar mirip BBM itu yang sangat mahal, dan ini juga tidak akan bisa dibuat secara massal. Oleh karena itu, apa pun jenis solusinya bila menggunakan bahan gas Indonesia akan kesulitan," ujarnya.

Menurut Huda, energi yang bisa dimanfaatkan dan tidak memerlukan biaya mahal khusus untuk iklim Indonesia adalah listrik, sebab energi listrik juga tidak menimbulkan polusi besar atau lebih ramah lingkungan, sehingga bisa dijadikan solusi.

Hal berbeda dikatakan Pengamat Ekonomi asal Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika yang justru mengaku apapun solusi pergantian BBM sebagai bahan bakar utama di Indonesia, perlu ada pengembangannya.

Dia melihat secara ekonomi, Indonesia memiliki kemampuan dalam pengembangan segala hal tentang tekonologi, namun pemerintah perlu mempunyai dorongan dalam pola pengembangannya.

"Segala upaya dari setiap individu di negeri ini harus terus dikembangkan, dan perlu ada desain pengembangan jauh kedepan, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung dengan pihak luar," paparnya.

Dia mengatakan, adanya penolakan penaikan harga BBM di Indonesia timbul karena adanya kecemburuan sosial di masyarakat, sebab tingkat ekonomi sekelompok kecil masyarakat meningkat secara drastis, namun di lain sisi sangat menurun drastis.

Selain itu, APBN untuk belanja negara juga terlalu tinggi, sehingga pejabat pemerintah semakin makmur, dan praktik korupsi juga semakin merajalela.

"Saya menilai kenaikan harga BBM belum waktunya diterapkan di Indonesia, sebab kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia kalangan menengah ke bawah masih belum kuat, dan perkuat diperkuat dahulu," tukasnya.

Dikatakan Erani, untuk memperkuat ekonomi masyarakat menengah kebawah salah satunya dengan memberi peluang lebih pada pasa tradisional, karena kini pasar tradisional banyak yang tergusur swalayan modern.

Selain itu, perlu adanya penguatan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan sektor pertanian, ditambah dengan penguasaan SDA oleh negara. Sebab selama ini SDA Indonesia banyak dikuasai oleh orang asing.

"Apabila hal-hal itu sudah dilakukan pemerintah, saya yakin tahun depan ekonomi rakyat menengah ke bawah akan kuat, kemudian subsidi BBM bisa dicabut," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar