RSS Feed

Menjual label ''Syariah''

Posted by Maliq Abd

Foto : Repro Google Picture

Memasuki tahun 2010, lembaga perbankan atau lembaga yang bergerak di bidang ekonomi di Indonesia, mulai memunculkan istilah ''Syariah''.

Jadilah mulai dekade itu hingga kini istilah ''syariah'' menjadi tren tersendiri, sehingga embel-embel nama syariah menjadi hal yang penting ditempatkan dalam sebuah nama.

Orang Indonesia yang mayoritas muslim menjadi sangat tertarik dengan hal itu, meski sistem syariah telah dikenal lama sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Ketertarikan inilah yang menjadi modal besar bagi lembaga itu untuk menarik nasabah sebanyak-banyaknya dari kalangan muslim, sehingga perasaan tertarik itu dijadikan peluang oleh lembaga tersebut.



Namun pada kenyataannya, perasaan tertarik sebagai masyarakat muslim itu hanya dijadikan komoditi bisnis oleh beberapa lembaga-lembaga ekonomi, tanpa melihat kesungguhan memanfaatkan peluang itu dengan dasar pengetahuan yang sesuai.

Sehingga, istilah ''syariah'' hanya menjadi label belaka dan barang dagangan murahan, tanpa bisa mengaplikasikan atau menerapkan ajaran terbaik yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu.

Contoh kecil yang penulis alami adalah ketika melakukan transaksi di salah satu bank terbesar yang mempunyai label ''syariah''.

Di bank tersebut secara administratif nasabah yang baru mendaftar, disodori oleh sejumlah aturan syariah, seperti akad atau perjanjian antara nasabah dan bank dengan beberapa ketentuan yang mengikuti pasar.

Di dalam aplikasinya, tetap saja setiap bulan uang yang ada di tabungan terkena potongan biaya administratif sebesar bank-bank konvesional pada umumnya.

Selain itu dalam perjalanan waktu, aturan-aturan yang diterapkan bank berlabel syariah tidak jauh berbeda ketika melakukan transaksi di bank-bank lain tanpa label ''syariah''. Lantas dimana perbedaanya ?, apakah itu hanya sebuah label, atau memang ada perbedaan?.

Diakui atau tidak, masyarakat awam seperti halnya penulis tidak begitu jauh mengetahui secara khatam aturan dalam sistem ekonomi syariah, yang terpenting dalam aplikasinya ada perbedaan, sehingga tidak ada yang dirugikan atau berat sebelah.

Namun, apabila perbedaan nama itu hanya dijadikan barang dagangan semata, sama halnya dengan komersialialisasi agama.

Sehingga kesungguhan kaum mayoritas dalam beragama dimanfaatkan secara tidak adil dengan menjual istilah agama, sama halnya dengan pembodohan ajaran agama.

Mudah-mudahan kaum mayoritas tetap mempunyai keikhlasan dalam menjalankan ajaran agama, dan menyerahkan semua ini pada pemilik agama.

0 komentar:

Posting Komentar