RSS Feed

Sistem Kebaikan

Posted by Maliq Abd


Nelayan Bintuni, Papua Barat, Foto : Malik Abd

"Kebaikan tidak selalu tercipta untuk berkuasa atau mendominasi di setiap lini, kadang juga hanya berfungsi untuk keseimbangan kehidupan"..

Sebagai manusia, kita mempunyai standardisasi pola hidup yang menurut kita adalah sebuah kesempurnaan, dimana setiap orang itu baik, tolong menolong, serta mempunyai kepedulian yang sangat tinggi antar sesamanya.

Kesesuaian sikap baik itu menurut kita, akan selalu tercermin dalam setiap nilai kehidupan yang ada, sehingga apa yang kita lihat, rasa dan dengarkan hukumnya wajib sama dengan standardisasi pola hidup kita.

Namun dalam aplikasinya, standardisasi pola hidup baik itu kadang tidak berbanding lurus dengan apa yang kita inginkan, sehingga pola kebaikan itu terbentur, bahkan bisa membuat sistem kebaikan itu pecah.


Apa yang terjadi itu merupakan hal wajar dalam tatanan yang bernama kehidupan, meski sebagai pemilik sistem kebaikan, kita kadang protes dan selalu ingin melawan serta memaksakan mereka mengikuti sistem kita.

Perlu disadari, sistem kebaikan yang ada pada kita masih bersifat subyektif, sehingga apabila kita memaksakan akan sia-sia, sebab apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain.

Oleh karena itu, dibutuhkan kesesuaian dalam memahami standardisasi kebaikan kita dengan orang lain.

Ini karena, baik dan buruk prilaku seseorang mencerminkan sejauh mana orang itu memahami ilmu, sebab pemahaman terhadap ilmu itu lebih bermanfaat daripada sekedar belajar dan mengerti, karena raihan terbaik seorang manusia dalam belajar adalah ketika dia mampu memahami dan mengaplikasikan dalam setiap lini kehidupan.

Contoh kecil dalam tatanan kehidupan kita, yakni ada seseorang yang "berpura-pura" baik ketika dia membutuhkan kita, sedangkan saat kita lemah dan kalah, mereka sama sekali tidak mau mengenal kita atau pun menghubungi kita.

Sikap demikian menurut sistem kebaikan kita sangat bertolak belakang, namun perlu disadari bila menghadapi persoalan demikian sepatutnyalah kita tetap menggunakan pendekatan positif, sehingga tidak "menjustifikasi" mereka buruk dan hanya memerlukan kita jika mereka butuh.

Pemahaman yang luas dengan kelapangan dada itu lebih baik kita lakukan, daripada menyudutkan orang tersebut, karena kita tidak tahu apa terjadi pada orang itu.

Selain itu, sikap menjustifikasi atau menyudutkan orang bukanlah kewenangan sepenuhnya manusia, karena itu menjadi hak mutlak penguasa alam dan isinya, sebab tugas manusia hanyalah berbuat menyesuaikan kebaikan yang kita miliki dengan kebaikan manusia lain, sehingga akan tercipta harmonisasi di setiap lini kehidupan...

0 komentar:

Posting Komentar