RSS Feed

Mencari Identitas

Posted by Maliq Abd

Foto : Repro Google Picture
Dalam obrolan kecil dengan seorang teman di sebuah kafe Kota Malang, Jawa Timur, saya melihat sekelompok perempuan muda berkumpul dan bercerita mengenai tingkah laku kehidupannya sehari-hari.

Cerita itu membahas mengenai "egosentrisme" atau ke-Aku-an dari setiap pribadi masing-masing perempuan itu.

Ada obrolan negatif berbau kelamin, dan ada pula yang berusaha mengobrol hal-hal positif yang mengarahkan pada harga diri seorang perempuan.

Kisah obrolan yang terjadi antara perempuan muda itu cukup menarik saya bahas dalam tulisan ini, sebab usia perempuan muda yang sekitar 15 hingga 21 tahun itu, dalam strata sosial masuk dalam rumus masih "mencari identitas" dan mengejar simbol "eksistensi sosial".
Dalam struktur sosial manusia, penulis membagi proses mencari identitas itu menjadi tiga kata, dan diawali dari kata "Dimana Aku?".

Setiap orang dalam kesadaran normal, pernah muncul pertanyaan "Dimana Aku Berada", pertanyaan itu merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari manusia yang awalnya tidak ada menjadi ada.

Pertanyaan itu, munculnya tidak sama pada setiap manusia, ada yang muncul pada usia belia atau beranjak dewasa, namun kadang pertanyaan itu hanyalah selintas dalam pikiran manusia.

Setelah proses berjalannya waktu, selanjutnya manusia itu akan berkata "Inilah Aku".

Kata itu adalah bagian dari simbol mengejar eksistensi atau keberadaan manusia dalam setiap lingkungannya, sehingga kata yang bersifat ke-Aku-an itu muncul sebagai penegasan status dirinya berada pada suatu lingkungan.

Kata itu juga bermakna bahwa manusia yang hidup dalam satu lingkungan perlu penghormatan.

Selanjutnya, puncak pencarian identitas seorang manusia adalah ketika manusia itu merasa "Aku Tidak Ada", karena setiap perjalanan kembali pada titiknya dan keberadaan manusia di dunia hanyalah sekedip mata.

Puncak ini, merupakan jalan yang pernah dijalani seorang sufimisme seperti Syeh Siti Jenar atau pun Al Halaj.

Dalam perjalanannya, Siti Jenar mengatakan "aku tidak ada" karena jalanku, melihatku, tanganku dan hidupku adalah jalan'Nya, mata'Nya, tangan'Nya serta hidup'Nya.

Ketiadaan materi hidup ini, membuat Siti Jenar seolah menuhankan dirinya di tingkat sosial masyarakat ketika itu, namun pada kenyataanya itu merupakan puncak pencarian identitas manusia yang sebenarnya tidak ada.
----------------------

Tidak semua manusia bisa berada pada puncak pencarian identitas, sebab dalam tatarannya seorang manusia selalu terbuai pada tingkatan kedua, yakni "Inilah Aku".

Hal ini karena sikap dasar manusia yang selalu ingin menciptakan prasasti dalam setiap gerak pola hidupnya.

Prasasti hidup merupakan simbol eksistensi yang berbentuk materi, dan kebanyakan manusia sering lupa pada sisi konsumsi batin yang tidak bisa dibeli dalam bentuk materi.

Karena pemenuhan nafkah lahir memang mudah, karena subtansinya jelas yakni materi, sedangkan pemenuhan nafkah batin harus menemukan "titik temu" dalam dimensi batin.

Bahkan orang yang sembahyang, haji, ibadah di gereja atau Nyepi kadang masih sulit menemukan "titik temu" dalam dimensi batinnya, sehigga ada sebagian orang yang harus rela melakukan bom bunuh diri untuk berusaha menemukan "titik temu" dalam dimensi batinnya.(malikpunya)

0 komentar:

Posting Komentar