RSS Feed

Otoritas Terbatas

Posted by Maliq Abd

Foto : Repro Google Picture
''Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.'' (QS.Al-Qashash 28: 56)..

Ayat ini disampaikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, setelah mengajak paman beliau, Abu Thalib masuk ke dalam islam, namun sampai paman beliau meninggal, Abu Thalib tidak masuk islam, meski selama hidupnya Abu Thalib selalu membela dan memuji Rasulullah.

Dalam kesempatan yang sama, ayat ini juga menunjukkan keterbatasan Rasulullah sebagai seorang pemimpin, yakni ketika Rasulullah meminta izin kepada Allah SWT untuk berziarah ke makam ibunya Aminah di Al Abwa, dan diizinkan'Nya, namun ketika Rasulullah meminta Allah untuk mengampuni dosa ibunya, Allah tidak mengizinkannya.

Dari sepenggal kisah itu, menunjukan meski sebagai seorang rasul yang diutus ke dunia, Rasulullah memiliki otoritas kepemimpinan terbatas, padahal keagungannya melebih pemimpin yang ada saat ini di dunia.

Terbatasanya otoritas seorang pemimpin di dunia, menunjukan bahwa manusia itu sangat lemah, dan tidak bisa berkehendak sesuka hati, sebab ada otoritas lebih tinggi dari segalanya, yakni otoritas Allah SWT.

Rendahnya otoritas seorang pemimpin, sebagai bukti jika baju kesombongan sangat tidak pantas dipakai manusia, meski kita terpilih sebagai pemimpin suatu golongan atau bangsa.

Namun, sebagian pemimpin di dunia kini sudah melupakan hal itu, seolah-olah dengan memiliki otoritas sebagai pemimpin bangsa, sudah bertindak melebihi batas.

Salah satu contoh kecil adalah sikap nepotisme kekeluargaan yang terjadi pada sebuah tatanan birokrasi di Indonesia.

Seorang kepala dinas di suatu instansi dengan mudah mengangkat anggota keluarganya untuk masuk dalam instansi itu, sehingga peluang manusia unggul di Indonesia sering terpenggal.

Nepotisme, menjadikan Indonesia hingga kini tidak bisa terbang bebas, dan menjadi negara yang kuat serta memiliki SDM yang kreatif.

Bahkan, akibat sikap nepotisme itu menjadikan pada tatanan birokrasi Indonesia tidak produktif, sebab orang yang bekerja dalam tatanan bukanlah orang pilihan karena kualitas, melainkan karena hubungan persudaraan.

Penulis tidak mempermasalahkan adanya sikap nepotisme yang berkiblat pada tatanan kualitas, sebab   jika mengacu pada hal itu, yakin tingkat produktivitas sebuah birokrasi akan bagus.

Namun, yang terjadi kini adalah seringnya nepotisme itu berkiblat pada tatanan kekeluarga, bahkan penulis pernah mengalami sendiri hal itu di salah satu dinas Provinsi Jatim.

Sehingga, orang-orang berkualitas di Indonesia terpaksa dikalahkan oleh tatanan atau sistem nepotisme yang tidak berkiblat pada hal yang benar.

Banyaknya pemuda Indonesia yang mengaku lebih dihargai oleh bangsa lain ketimbang bangsa sendiri, sehingga mereka lebih suka berkarya dan bekerja di luar negeri adalah salah satu contoh lemahnya sistem kita dalam menjaring mereka.

Entah apa yang ada dibenak pemimpin-pemimpin di sejumlah birokrasi bangsa ini, sehingga mereka tidak sadar telah melakukan pengkerdilan bangsa secara tidak langsung.

Dan yang menjadi pertanyaan, siapa yang sebenarnya menjadi pengkhianat bangsa ini sesungguhnya..??, pemuda yang berkarya untuk bangsa lain di luar negeri atau pemimpin-pemimpin tersebut..!!.

0 komentar:

Posting Komentar