RSS Feed

Petani Apel Batu Kehilangan Berkah Lebaran

Posted by Maliq Abd



Batu - Melambungnya harga sejumlah komoditas menjelang Lebaran di berbagai daerah memang menguntungkan mayoritas pedagang, seolah-olah mereka mendapat berkah Lebaran karena keuntungan yang didapat melimpah.

Namun, apa yang didapat pedagang tersebut tidak sama halnya dirasakan oleh petani apel di Desa Bumiaji, Kecamatan Binangun, Kota Batu, Jawa Timur.

Sebab, naiknya harga apel di kota tersebut dan sebagian kawasan wilayah di Malang Raya menjelang Lebaran ini, justru tidak menguntungkan bagi petani apel.

Bahkan, mereka ada yang terpaksa menggadaikan surat motornya di masa panen jelang Lebaran ini, guna menutupi biaya produksi karena hasil panen tidak seimbang.

Penyebab gagal panen sejumlah petani, dikarenakan faktor anomali cuaca yang sudah tidak bersahabat lagi dengan tanaman apel, ditambah serangan hama yang membuat sejumlah petani mengalami gagal panen dan merugi di masa Lebaran ini.

Salah satu petani apel di Bumiaji, Kecamatan Binangun, RT 4 RW 10, Khalik Haryanto, mengatakan harga apel menjelang Lebaran ini memang melonjak tinggi.

"Bahkan yang saya tahu harga apel yang paling mahal selama saya menjadi petani, ya sekarang ini," ucapnya lirih.

Harga buah apel di Kota Batu, melonjak tinggi dari harga semula Rp3 ribu menjadi Rp12 ribu perkilogramnya.

Khalik menuturkan, naiknya harga apel dipicu minimnya stok panen, sedangkan permintaannya cukup tinggi di Bulan Puasa Ramadhan dan menjalang Hari Raya Idul Fitri 1431 Hijriah ini.

Sementara itu, minimnya panen dikarenakan sebagian besar tanaman apel mengalami kerusakan yang disebabkan anomali cuaca ditambah dengan serangan hama yang menyerang sebagian besar tanaman apel.

Khalik yang juga berprofesi sebagai pengepul apel ini menyebutkan, cuaca yang tidak bersahabat, yakni tiba-tiba hujan serta tiba-tiba panas membuat tanaman apel tidak bisa berkembang dengan baik.

Sehingga ketika terlihat mulai muncul kuncup bunga yang menjadi tanda bibit buah apel mulai berkembang, akan selalu rusak diterpa hujan, kadang juga karena suhu cuaca yang terlalu panas.

"Dengan keadaan seperti ini, tanaman apel tidak bisa berkembang baik. Sebab, agar tanaman apel bisa berkembang baik dibutuhkan cuaca dan suhu yang stabil," paparnya.

Terkait hama, Khalik menyebutkan, hama yang menyerang tanaman apel milik petani saat ini meliputi kutu sisik, kutu putih, kutu merah serta lalat buah.

Sebagian besar petani sudah berusaha membasmi hama itu dengan pestisida, namun karena kuatnya serangan hama, membuat pestisida tersebut tidak mampu melawan.

"Bahkan ada petani yang membeli pestisida berdosis tinggi dengan menjual surat motor karena harganya yang mahal. Tapi tetap tidak mampu melawan hama tersebut," ucap Kholik mengungkapkan.

Pembasmian hama dengan pestisida untuk lahan apel seluas 1 hektare, dibutuhkan dua kali lipat pestisida lebih banyak dibandingkan sebelumnya, hal ini karena kuatnya serangan hama tersebut.

"Sebelumnya, hanya dibutuhkan pestisida sebanyak 125 mililiter perhektare untuk menjaga kondisi tanaman, namun saat ini butuh pestisida sebanyak 250 mililiter. Sementara harga per botolnya isi 500 mililiter mencapai Rp107 ribu," tuturnya.

Akibatnya, ada sejumlah petani apel menyerah dan terpaksa membongkar lahannya dan menggantinya dengan pohon jambu merah serta tanaman jeruk.

Lebaran tahun ini mungkin petani tidak mendapatkan berkah sebab mereka malah merugi, padahal Lebaran sebelumnya setiap panen para petani bisa membeli segala keperluan hidup.

"Bahkan kalau saya lihat, ketika panen petani banyak yang membeli motor baru," ujar Kholik yang sudah menggeluti tanaman apel ini selama empat tahun. 



Salah satu pengurus Kelompok Tani Bumi Jaya II Kota Batu Darmanto, menngakui bahwa serangan hama tersebut sangat merepotkan petani, karena sulit dibasmi.

Berdasarkan data di Kelompok Tani Bumi Jaya II, dari sekitar 2.506.546 tanaman apel di Kota Batu, sekitar 1.412.025 tanaman dalam kondisi rusak karena serangan hama. "Hama itu merusak jaringan ranting tanaman apel, sehingga mengakibatkan tidak bisa berbuah," paparnya.

Sebagian besar, hama menyerang batang dan ranting dengan merusak jaringan tanaman. "Kalau hama kutu sisik bentuknya seperti bintik-bintik berwarna coklat dan putih menyerupai wijen atau biasa yang ditaburkan pada makanan onde-onde," kata Darmanto.

Akibat serangan hama tersebut, hanya sedikit petani yang panen pada tahun ini, lainnya mengalami kerusakan.

"Untuk data petani di Dusun Binangun, Kecamatan Bumiaji saja, dari 17 petani hanya 4 petani yang berhasil memanen buahnya, itu pun hasil panennya hanya sedikit, yakni 7 kwintal. Sedangkan tahun lalu dari 17 petani panennya mencapai 8 ton," ujarnya.

Cuaca
Terkait kendala cuaca yang dijadikan alasan petani mengalami gagal panen pada tahun ini, Staf Analisa Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangploso Kabupaten Malang, Sutamsi, membenarkannya.

Ia mengatakan, tren suhu yang terjadi di kawasan Malang Raya pada tahun-tahun ini memang semakin panas, hal ini disebabkan kurangnya vegetasi (tanaman) di sejumlah kawasan.

"Dengan kurangnya vegetasi maka proses fotosintesis atau penyerapan cahaya oleh tanaman jadi berkurang, hal ini menyebabkan tren iklim semakin panas," tuturnya menjelaskan.

Sutamsi menuturkan, data fluktuasi suhu rata-rata selama 1991-2009 menyebutkan terjadi kecenderungan terus naik atau bertambah panas.

Pada 1991, suhu rata-rata 22,9 derajat celcius, selanjutnya terus naik pada 1993 menjadi 22,96 derajat celcius.

Suhu rata-rata sempat turun pada 1994 menjadi 22,56 derajat celcius, namun naik drastis pada 1998 menjadi 23,8 derajat celcius.

Sepuluh tahun kemudian, atau tahun 2008 suhu sempat turun lagi hingga mencapai 22,97 derajat celcius, namun naik kembali mencapai 23,6 derajat celcius pada 2009.

Sementara itu, pantauan suhu pada Januari 2010, yakni suhu minimum 19,8 derajat celcius dan suhu maksimum 31,2 derajat celcius, dan suhu pada Agustus 2010 menyebutkan suhu minimum 20 derajat celcius dan suhu tertinggi 28 derajad celcius.

"Dengan data suhu rata-rata tersebut maka bisa dilihat tren suhu di Kawasan Malang Raya semakin panas, penyebabnya selain kurangya vegetasi juga dikarenakan efek rumah kaca serta kurangnya penyerapan tanah terhadap sinar matahari," ujarnya. 



http://antarajatim.com/lihat/berita/41314/petani-apel-batu-kehilangan-berkah-lebaran

0 komentar:

Posting Komentar