RSS Feed

Bahasa Indonesia "Bukan" Lagi Bahasaku

Posted by Maliq Abd

"Kami putra-putri bangsa Indonesia, mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia". 

Begitulah salah satu kutipan teks Sumpah Pemuda yang dibacakan serentak oleh para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928.

Dalam teks itu menunjukan sebuah janji dan ikatan emosional pemuda ketika itu untuk tetap setia pada Bahasa Indonesia yang dianggap sebagai Bahasa Ibu Pertiwi.

Namun, melihat hasil pengumuman ujian nasional (UN) 2011 yang serentak sudah dilakukan sepekan di sejumlah daerah, termasuk di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, nilai Bahasa Inggris sejumlah siswa lebih tinggi dibanding nilai Bahasa Indonesia itu sendiri.

Seperti yang dialami Chantika Fatma Dewi (18), siswi SMKN 8 Kota Malang yang meraih hasil terbaik UN tingkat Provinsi Jawa Timur.

Hasil UN yang diraih Chantika rata-rata 9,61 dari tiga mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia mendapatkan nilai 9,60 Matematika 9,75 serta Bahasa Inggris dengan nilai 10,0.

Dari hasil rata-rata yang diraih siswi berambut panjang itu, nilai paling sempurna ada pada mata pelajaran Bahasa Inggris, sedangkan nilai paling rendah ada pada Bahasa Indonesia.

Siswi Jurusan Teknologi Komputer ini mengakui, kurang sempurnanya meraih nilai Bahasa Indonesia akibat sulit menentukan titik koma. Selain itu, materi soal ejaannya juga sulit dipahami, termasuk menentukan huruf besar dan kecilnya.

Alasan lainnya, yakni banyaknya soal cerita layaknya orang mendongeng pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Sedangkan raihan nilai sempurna Bahasa Inggris dikarenakan bahasa asing itu dianggap mudah dipahami dan cukup mudah pula dikerjakan, sehingga anak pasangan Jonjang Himawan (49) dan Tutik Arumi (46), warga Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang itu, bisa mendapat nilai sempurna 10,0.

Anggapan sulit oleh siswa dalam mempelajari Bahasa Indonesia ini diakui Pengamat Bahasa asal Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Dr H Mudjia Rahardjo, MSi, sudah terjadi sejak dua tahun terakhir.

"Ini petaka bagi bangsa Indonesia, sebab harusnya pelajar saat ini bisa meraih nilai Bahasa Indonesia lebih tinggi dibanding bahasa asing, karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa peradaban bangsa ini," ucapnya.

Dikatakannya, tidak sempurnanya nilai Bahasa Indonesia bagi sejumlah pelajar bisa berakibat terancam hilangnya peradaban bangsa ini di masa mendatang, sehingga semangat sumpah pemuda yang sebelumnya pernah diucapkan oleh para pemuda untuk memperkuat persatuan perlahan-lahan akan menjadi hilang.

Ancaman lain yang bisa terjadi dengan serbuan bahasa asing itu adalah hilangnya bahasa asli sejumlah daerah. “Sudah ada beberapa bahasa daerah yang hilang, itu akibat para pemudanya kurang suka dengan bahasa daerahnya sendiri,” katanya.

Rahardjo yang juga berprofesi sebagai dosen itu mengatakan, kalahnya nilai Bahasa Indonesia dengan bahasa asing oleh sejumlah pelajar bukan akibat metode pengajaran guru Bahasa Indonesia yang kurang, namun karena kurangnya "Gerakan Mencintai Bahasa Indonesia" yang biasanya diprogramkan oleh pemerintah.

Selain itu, sejumlah pelajar yang terlalu menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia lantaran sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. "Kalau pelajar sudah menganggap remeh maka berarti menganggap remeh pula bangsanya juga," tuturnya.

Raharjo tidak menyalahkan sepenuhnya para pelajar dan pemuda saat ini yang lebih menyukai bahasa asing sehingga bisa meraih hasil maksimal dalam UN, namun sepatutnyalah Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa utama serta menempatkannya pada urutan pertama.

"Tidak salah pelajar saat ini lebih suka dengan pelajaran bahasa asing, namun seharusnya Bahasa Indonesia dijadikan yang utama dan pertama," katanya, menegaskan.

Sementara untuk menekan hal itu, perlu ada kebijakan pemerintah agar para pelajar serta pemuda saat ini bisa menyukai Bahasa Indonesia, namun tetap bisa belajar bahasa asing. "Harus ada bentuk-bentuk 'goodwill' dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, dan jangan sampai dibiarkan," ujarnya.

Hal yang sama dikatakan oleh Anggota Komisi D Bagian Kesejahteraan Rakyat, DPRD Kota Malang, Drs Sutiadji. Dirinya sepakat jika pemerintah membuat "Gerakan Cinta Bahasa Indonesia" dengan memulai sejumlah aktivitas menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Serbuan 'westernisasi' dari jenis bahasa bisa membuat seseorang akan kehilangan jiwa nasionalismenya, sehingga saya sepakat dengan adanya 'Gerakan Cinta Bahasa Indonesia' dengan mengawali meng-Indonesiakan istilah-istilah asing," paparnya.

Tidak Semua Pelajar


"Keunggulan" Bahasa Inggris dibanding Bahasa Indonesia dikalangan pelajar setingkat SLTP dan SLTA sederajat, khususnya mereka yang bersekolah di RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional), diakui oleh orang tua siswa.

Ny. Sinto Chandra, misalnya, mengetahui anaknya yang bersekolah di salah satu SMP swasta yang RSBI, setiap ulangan maupun ujian di sekolahnya, nilai Bahasa Inggris 90 ke atas, bahkan pernah juga sempurna 100, tapi Bahasa Indonesia nilainya tidak bisa lebih dari 80.

"Chacha (panggilan anaknya), selalu rangking tiga besar di sekolahnya. Tapi bila dirinci, khusus setiap mata pelajaran, Bahasa Inggris urutan pertama di sekolahnya, rata-rata nilai rapotnya 98," ujarnya, mengungkapkan.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA se-Kota Malang, Tri Suharno mengatakan, tidak semua pelajar di Kota Malang meraih nilai UN Bahasa Indonesia rendah atau lebih tinggi Bahasa Inggris, sebab jika dikalkulasi nilai antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, maka selisihnya hanya sedikit.

Suharno yang juga menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 4 Kota Malang ini mengatakan, dari data Dinas Pendidikan Kota Malang, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diraih pelajar Kota Malang mencapai 8,3 sedangkan Bahasa Inggris mencapai 8,5.

"Ini artinya selisih antara kedua bahasa hanya sedikit, dan jika dirata-rata ada siswa yang Bahasa Indonesianya lebih tinggi dibanding Bahasa Inggris," katanya.

Selain itu, nilai di setiap sekolah juga berbeda-beda, ada yang mayoritas siswanya meraih nilai Bahasa Indonesia tinggi ada pula yang mata pelajaran lainnya lebih tinggi. Tergantung dari metode yang digunakan sekolah tersebut dalam menerapkan masing-masing mata pelajaran.

Meski demikian, Suharno mengakui jika memang ada anggapan sejumlah pelajar selama ini yang merasa sulit dalam belajar Bahasa Indonesia daripada bahasa asing.

Suharno menganggap, tidak minatnya sejumlah pelajar untuk mempelajari Bahasa Indonesia juga tergantung dari guru yang bersangkutan, sebab tidak semua pelajar membenci Bahasa Indonesia.

"Kalau di sebuah sekolah guru Bahasa Indonesianya enak dalam metode mengajarnya, mungkin siswa itu akan suka dan sangat berminat dalam mempelajari Bahasa Indonesia, artinya hal itu tergantung pula dari si guru," ujarnya.

Sementara itu, UN di Kota Malang diikuti sebanyak 5.704 siswa SMA dan 8.449 siswa SMK, dari data itu yang tidak lulus sebanyak 10 (SMK negeri) dan 9 siswa (SMK swasta), sedangkan untuk SMA yang tidak lulus sebanyak 3 siswa (negeri) dan 11 siswa (swasta).

Sedangkan data rata-rata nilai UN untuk SMA Negeri Kelas Bahasa mencapai 53.00, Kelas IPA 56.70, Kelas IPS 54.65. Sedangkan SMA Swasta Kelas Bahasa mencapai 51.40, Kelas IPA 56.80 serta Kelas IPS 52.70.

0 komentar:

Posting Komentar